Tradisi Waktu Bulan Shafar
B
|
ULAN Shafar merupakan salah satu bulan yang
dianggap istimewa oleh kalangan umat Islam, khususnya di Negara tercinta kita
ini. Umat Islam kebanyakan mengisi bulan ini dengan cara beribadah, melakukan
bacaan dzikir bersama atau shalawat bersama, sesuai dengan tradisi yang telah
berlaku di daerah mereka masing-masing.
Mayoritas penduduk di pulau Madura
ini, mempunyai tradisi yang unik untuk mengisi bulan yang mulia ini, yaitu
dengan mengadakan selametan bersama tokoh masyarakat setempat, disertai dengan
menyedikan hidangan yang selayaknya menurut ukuran mereka masing-masing, lebih kentalnya disebut “Tajhin Mera” (Madura
Red.)
Hal ini memang sudah berlaku sudah
sangat lama di Pulau Madura, mulai dari para pendahulu-pendahulu kita dan masih
terus dilestarikan sampai sekarang dengan sangat baik. Ini menunjukkan, bahwa
orang di Madura sangat erat dalam melestarikan tradisi warisan para nenek
moyang meraka.
Legalitas Melakuakan Selametan di Bulan Shafar
(Tajhin Mera)
Setiap ritual keagamaan yang diformat
dengan konsep tertentu, dilakukan ketika ada momen tertentu, itu murni hanyalah
sebuah tradisi yang telah berlaku dimasyarakat, tidak ada kaitannya dengan hukum
agama[1].
Akan tetapi, momen itu oleh orang-orang dijadikan kesempatan untuk melakukan
sebuah ritual ibadah, karena dampaknya sangat positif untuk memberi semangat
dan membuat minat orang tersebut menjadi lebih tinggi.
Jadi, format acara yang telah
dikonsep dalam sebuah momen tententu, itu merupakan sebuah media (wasilah) yang
sangat baik dan efektif untuk melakukan ritual ibadah yang dianjurkan, seperti membaca
dzikir dan al-Qur`an bersama dalam melakuakan selametan di bulan Shafar ini.
Meskipun nanti ada penentuan waktu tertentu, itu tidak sampai merubah pada hukum
kesunnahan berdzikirnya[2].
Dalil yang melegalkan melakuakan
dzikir bersama adalah hadits Nabi Muhammad Saw. :
عَنْ شَدَّادِ
بْنِ أَوْسٍ قَالَ : إِنَّا لَعِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ ، إِذْ قَالَ : "هَلْ فِيْكُمْ غَرِيْبٌ "
يَعْنِي أَهْلَ الْكِتَابِ، قُلْنَا : لَا يَا رَسُوْلَ اللهِ ، فَأَمَرَ بِغَلْقِ
البَابِ ، وَقَالَ : " اِرْفَعُوا أَيْدِيْكُمْ ، وَقُوْلُوا لآ إله إِلَّا
اللهَ ، فَرَفَعْنَا أَيْدِيَنَا سَاعَةً ، ثُمَّ وَضَعَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى
اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَدَهُ ، ثُمَّ
قَالَ : "الْحَمْدُ لِلهِ اللهم بَعَثَنِي بِهَذِهِ الْكَلِمَةِ وَأَمَرْتَنِي
بِهَا وَوَعَدْتَنِي عَلَيْهَا الجَنَّةَ وَإِنَّكَ لَا تُخْلِفُ الْمِيْعَادَ"
، ثُمَّ قَالَ : " أَبْشِرُوا فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ قَدْ غَفَرَ لَكُمْ"
اهـ (رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالحَاكِمُ وَالطَّبْرَانِي وَالبَّزَّارُ)
Artinya : “Syaddad bin Aus berkata, “Kami bersama
Rasulullah Saw. tiba-tiba beliau berkata, “Apakah diantara kalian ada orang
asing (ahli kitab)? “Kami menjawab, “tidak ada wahai Rasulullah”. Lalu beliau
memerintahkan agar mengunci pintu dan berkata, “Angkatlah tangan kalian, lalu
katakan laa ilaha illa Allah! Kami mengangkat tangan beberapa saat,
kemudian Rasulullah meletakkan tangannya. Lalu bersabda, “Alhamdulillah ya
Allah, sesungguhnya engkau mengutusku membawa kalimat tauhid ini, Engkau
memerintahkannya kepadaku dan menjanjikanku Surga karenanya, sesungguhnya Engkau
tidak akan menyalahi janji”. Kemudian beliau bersabda, “Bergembiralah, sesungguhnya Allah telah mengampuni kalian”.
(HR. Ahmad, al-Hakim, at-Tabrani dan al-Bazzar)
Dengan demikian, kita sebagai Umat
Islam, khususnya di Madura tercinta ini, harus memanfaatkan waktu semaksimal
mungkin dengan melaksanakan tradisi yang memang sudah turun temurun dilakukan
oleh nenek moang kita.
Komentar
Posting Komentar